menu bar

jempol oke...


vankimjempol.

search engine

Google Translate

Sabtu, 14 April 2012

cerita Motivasi


SINGA BERMENTAL KAMBING

Alkisah, di sebuah hutan belantara ada seekor induk singa yang mati setelah melahirkan anaknya. Bayi singa yang lemah itu hidup tanpa perlindungan induknya. Beberapa waktu kemudian serombongan kambing datang melintasi tempat itu. Bayi singa itu menggerak-gerakkan tubuhnya yang lemah. Seekor induk kambing tergerak hatinya. Ia merasa iba melihat induk kambing yang lemah dan hidup sebatang kara. Dan terlibatlah dia untuk merawat dan melindungi bayi singa itu.
Sang induk kambing lalu menghampiri bayi singa itu dan membelai dengan penuh kasih sayang dan kehangatan. Merasakan kehangatan kasih sayang seperti itu, si bayi singa tidak mau berpisah dengan sang induk kambing. Ia terus mengikuti kemana saja induk kambing pergi. Jadilah ia bagian dari keluarga besar rombongan kambing itu.
Hari barganti hari, dan anak singa tumbuh besar dalam asuhan induk kambing dan hidup dalam komunitas kambing. Ia menyusu, makan, minum, bermain bersama anak-anak kambing lainnya. Tingkah lakunya juga persis layaknya kambing. Bahkan anak singa yang beranjak dewasa itupun mengeluarkan suara layaknya kambing. Ia mengembik bukannya mengaum!
Ia merasa dirinya adalah kambing, tidak berbeda dengan kambing-kambing lainnya. Ia tidak pernah merasa bahwa dia adalah seorang singa.

Suatu hari tejadi kegaduhan luar biasa. Seekor serigala masuk memburu kambing untuk dimangsa. Kambing-kambing berlarian panik. Semua ketakutan. Induk kambing yang juga ketakutan meminta anak singa itu untuk menghadapi serigala. “Kamu singa, cepat hadapi serigala itu! Cukup keluarkan aumanmu yang keras dan serigala itu apsti lari ketakutan!” kata induk kambing pada anak singa yang sudah tampak besar dan kekar.
Tapi anak singa yang sejak kecil hidup ditengah-tengah komunitas kambing itu justru ikut ketakutan dan malah berlinfung dibalik tubuh induk kambing. Ia berteriak sekras-kerasnya dan keluar adalah suara embikan. Sama seperti kambing yang lain, bukan auman. Anak singa itu tidak bisa berbuat apa-apa ketika salah satu anak kambing yang tidak lain adalah saudara sesusunya diterkam dan dibawa lari serigala.
Induk kambing sedih karena salah satu anakknya tewas dimakan serigala. Ia menatap anak singa dengan perasaan marah, “Sehausnya kamu bisa membela kami! Seharusnya kamu bisa menyelamatkan saudaramu! Seharusnya kau bisa mengusir serigala yang jahat itu!”
Anak singa itu hanya bisa menunduk. Ia tidak paham dengan maksud perkataan induk kambing. Ia sendiri mersa takut dengan serigala seperti layaknya kambing-kambing yang lain. Anak singa itu merasa sedih karena ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Hari berikutnya serigala ganas itu datang lagi. Kembali memburu kambing-kambing untuk disantap. Kali ini induk kambing tertangkap dan telah dicengkeram oleh serigala. Semua kambing tidak ada yang berani menolong. Anak singa itu tidak kuasa melihat induk kambing yang telah ia angap sebagai ibunya sendiri dicengkeram serigala. Dengan nekad ia lari dan menyeruduk serigala itu. Serigala kagrt bukan kepalang melihat ada seekor singa dihadapannya. Ia melepaskan cengkeramannya.
Serigala itu gemetar ketakutan! Nyalinya habis! Ia pasrah, ia merasa hari ini adalah akhir hidupnya! Dengan kemarahan luar biasa anak singa itu berteriak keras.
“Emmbiiik!”
Lalu ia kembali kebelakang mengambil ancang-ancang untuk menyeruduk lagi. Melihat tingkah laku anak singa itu, serigala yang ganas dan licik itu langsung tahu bahwa yang ada dihadapannya adalah singa yang bermental kambing. Tak ada bedanya dengan kambing. Seketika itu juga ketakutanannya hilang. Ia meggeram marah dan siap memangsa sang kambing yang bertubuh singa itu! Atau singa bermental kambing itu!
Saat anak singa itu menyerang dengan menyeruduk kepalanya layaknya kambing, serigala tlah siap dengan kuda-kudanya yang kuat. Dengan sedikit berkelit, serigala itu merobek wajah anak singa itu dengan cakarnya.
Anak singa itu terjerembab dan mengaduh, seperti kambing mengaduh. Sementara itu induk kambing mnyaksikan peristiwa itu dengan rasa cemas yang luar biasa. Induk kambing itu heran, kenapa singa yang kekar itu kalah dengan serigala. Bukankah singa adalah raja hutan?
Tanpa memberi ampun sedikitpun serigala itu menyarang serigala itu menyerang anak singa yang sedang mengaduh itu. Serigala itu siap menghabisi anak singa itu. Di saat yang kritis itu, induk kambing yang tidak tega, dengan sekuat tenaga menerjang sang serigala. Sang srigala tepelanting. Anak singa bangun.
Dan pada saat itu, seekor singa dewasa muncul dengan auman yang dahsyat! Semua kambin ketakutan dan merapat! Ana singa itu juga takut dan ikut merapat. Sementara sang serigala langsung lari terbirit-birit. Saat singa dewasa hendak menerkam. Kawanan kambing itu, ia terkejut di tengah-tengah kawanan kambing itu ada seekor anak singa.
Beberapa ekor kambing lari yang lain lansung lari. Anak singa itu langsung ikut lari. Singa itu masih tertegun. Ia heran kenapa anak singa itu ikut larimengikuti kambing? Ia mengjar anak sing itu dan berkata,
“Hai kamu jangan lari! Kamu anak singa, bukan kambing! Aku tak akan memangsa anak singa!”
Namun anak singa itu terus lari dan lari. Singa dewasa itu terus mengejar. Ia tidak jadi mengejar kawanan kambing, malah mengejar anak singa tadi. Akhirnya anak singa itu tertangkap. Anak singa itu ketakutan,
“Jangan bunuh aku, ammpuuun!”
“Kau anak singa, bukan anak kambing. Aku tidak membunuh anak singa!”
Dengan meronta-ronta anak singa itu berkata, “Tidk aku anak kambing! Tolong lepaskan aku!”
Anak singa itu meronta dan berteriak keras. Suaranya bukan auman tapi embikan, persis suara kambing. Sang singa dewasa heran bukan main. Bagaimana mungkin ada anak singa bersuara kambing dan bermental kambing. Dengan geram dia menyeret anak singa itu ke danau. Ia harus menunjukkan siapa sebenarnya anak singa itu. Begitu sampai didanu yang jernih airnya, ia meminta anak singa melihat bayangan dirinya sendiri. Lalau membandingkan dengan singa dewasa.
Begitu melihat bayangan dirinya, anak singa itu terkejut, “Oh, rupa dan bentukku sama dengan kamu. Sama dengan singa si raja hutan!”
“Ya kamu adalah seekor singa, raja hutan yang berwibawa dan ditakuti oleh seluruh isi hutan!” kata sang singa dewasa.
Singa dewasa lalu mengangkat kepalanya dengan penuh wibawa dan mengaum dengan keras. Anak singa itu lalu menirukan, dan mengaum dengan keras. Ya mengaum menggetarkan seantero hutan. Tak jauh dari situ si serigala ganas tadi lari semakin kencang, ia ketakutan mendengar auman anak singa itu.
Anak singa itu kembali berteriak penuh kemenangan,
“Aku adalah seekor singa! Raja hutan yang gagah perkasa!”
Singa dewasa tersenyum bahagia mendengarnya.
Saya tersentk oleh kisah anak singa di atas! Jangan-jangan kondisi kita, dan sebagian besar orang di sekeliling kita mirip dengan kondisi anak singa di atas. Sekian lama hidup tanpa mengetahui jatidiri dan potensi terbaik yang dimilikinya.
penuh kemenangan,

Betapa banyak manusia yang menjalani hidup apa adanya, biasa-biasa saja, ala kadarnya. Hidup dengan keadaan terbelenggu oleh siapa dirinya sebenarnya. Hidup dalam tawanan rasa malas, langkah yang penuh keraguan dan kegamangan. Hidup tanpa semangat hidup yang seharusnya. Hidup tanpa kekuatan nyawa terbaik yang dimilikinya.
Saya amati orang-orang disekeliling saya. Diantara mereka ada yang telah menemukan jati dirinya. Hidup dinamis dan prestatif. Sangat paham untuk apa dia hidup dan bagaimana ia haru hidup. Hari demi hari ia lalui dengan penuh semangat dan optimis. Detik demi deik yang dilaluinya adalah kumpulan prestasi dan rasa bahagia. Semakin bsar rintangan menghadap semakin besar pula semangatnya untuk menaklukannya.
Namun tidak sedikit yang hidup apa adanya. Mereka hidup apa adanya karena tidak mempunyai arah yang jelas. Tidak paham untuk apa dia hidup, dan bagaimana ia harus hidup. Saya sering mendengar orang-orang ketika ditanya, “Bagaimana Anda menjalani hidup anda?” atau “Apa prinsip hidup anda?” mereka menjawab dengan jawaban yang filosofis,
“Saya menjalani hidup ini mengalir bagaikan air. Santai saja.”
Tapi sayangnya mereka tidak benar-benar tau filosofi ‘mengalir bagaikan air’. Mereka memahami hidup bagaikan air itu hanya hidup santai. Sebenarya jawaban itu mrncerminkan bahwa mereka tidak tahu bagaimana mengisi hidup ini. Sebab mereka sebenarnya tidak tahu siapa sebenarnya diri mereka? Potensi apa yang telah dikaruniakan Tuhan kepada mereka. Bisa jadi sebenarnya mereka adalah ‘seekor singa’ tapi tidak tahu kalau dirinya ‘seekor singa’. Mereka menganggap dirinya adalah ’seekor kambing’ sebab selama ini hidup dalam kawanan kambing.
Filosofi menjalani hidup mengalir bagaikan air yang dimaknai dengan hidup santai saja, atau hidup apa adanya bisa dibilang prototipe, gaya hidup sebagian besar penduduk negeri ini. Bahkan bisa jadi itu adalah gaya hidup sebagian besar masyarakat dunia Islam saat ini.
Ada seorang sastrawan terkemuka, yang melihat kondisi bangsa sedemikian akut rasa tidak berdayanya sampai dia mengatakan,
“Aku malu jadi orang Indonesia!”
Di mana-mana kita banyak menemukan orang bermental lemah, hidup apa adanya dan tidak terarah. Orang-orang yg tidak tahu potensi terbaik yang diberiakn oleh Alah kepadanya. Orang-orang yang rela ditindas oleh kesengsaraan fan kehinaan. Padahal sebenarnya jika mereka mau, pasti bisa hidup merdeka, jaya, bewibawa dan sejahtera.
Tak terhitung berapa jumlah masyarakat negeri ini yang bermental kambing. Meskipun mereka sebenarnya adalah singa!
Banyak yang minder dengan bangsa lain. Seperti mindernya anak singa bermental kambing pada serigala dengan kisah di atas. Padahal sebenarnya, Bangsa ini adalah bangsa besar! Ummat ini adalah ummat yang besar!
Bangsa ini sebnarnya adalah singa dewasa yang sebenarnya memiliki kekuatan dahsyat. Bukan bangsa sekawanan kambing. Sekali rasa berdaya iu muncul dalam jiwa anak bangsa ini, maka ia akan menunjukkan pada dunia bahwa ia adalah singa yang tidak boleh diremehkan sedikitpun.
Bangsa ini sebenarnya adalah Sriwijya yang perkasa menguasai nusantara. Juga sebenarnya adalah Majapahit yang digjaya dan adikuasa. Lebih dari itu bangsa ini, sebenarnya dan ini tidak mungkin disangkal ummat Islam terbesar didunia. Ada dua ratus juta ummat Islam di negeri tercinta Indonesia ini.
Banyak yang tidak menyadari apa makna dari dua ratus juta jumlah ummat Isalam Indonesia, banyak yang tidak sadar. Dianggap biasa saja. Sama sekali tidak menyaadari jati diri sesungguhnya.
Dua ratus juta ummat Islam di Indonesia, maknaya adalah dua ratus juta singa. Penguasa belantara dunia! Itulah yang sebenarnya. Sayangnya, dua ratus juta singa yang sebenarnya adalah yang bermental kambing dan berprilaku layaknya kambing. Bukan layaknya singa! Lebih memperihatinkan lagi, ada yang sudah menyadari dirinya sesungguhnya singa tetapi malah memilih untuk tetap jadi kambing. Karena telah terbiasa menjadi kambing maka ia malu menjadi singa! Malu untuk maju dan berprestasi!
Yang lebih memprihatinkan lagi, mereka yang tetap memilih manjadi kambing itu menginginkan yang lain tetap menjadi kamibing. Meraka tidak ingin orang lain jadi singa. Bahkan meraka ingin orang lain jadi kambing yang lebih bodoh!
Marilah kita hayati diri kita sebagai singa. Allah telah memberi predikat kepada kita sebagai ummat terbaik dengan muka bumi ini. Marilah kita bermental menjadi ummat yang terbaik. Jangan bermental ummat yang terbelakang.
Allah berfirman, “Kalian adalah sebaik-baik ummat yang dilahirkan untuk manusia, karena kalian menyuuh berbuat yang makruf, mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah!” (Ali Imran: 110)
Habbiburrahman el Shirazy (ketika cinta betasbih 2)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar